Orang berusia paruh baya dan lanjut usia patut dicurigai memiliki risiko tinggi diabetes tipe 2 jika mereka sering tertidur hampir sepanjang hari dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah tertidur.
Dalam sebuah studi terhadap hampir 20.000 orang China dewasa berusia 50 tahun dan lebih, tim peneliti menemukan bahwa mereka yang sering tertidur setidaknya empat hingga enam hari selama sepekan, memiliki potensi prevalensi tinggi diabetes tipe 2.
Berdasarkan hasil tes darah, sekitar 15% dari para partisipan yang sering tertidur memiliki diabetes, dibandingkan dengan sekitar 12% rekan mereka yang jarang tertidur atau tidak pernah tertidur sama sekali.
Ketika tim peneliti melihat faktor-faktor lainnya, seperti usia, tingkat aktivitas fisik dan diagnosis tekanan darah atau penyakit jantung, kebiasaan sering tertidur itu tetap terkait dengan risiko tinggi diabetes.
Laki-laki dan perempuan yang tertidur selama empat hingga lima hari setiap pekan, potensi mengidap diabetes 36% ketimbang mereka yang tak pernah tertidur.
Hal yang sama, bahwa mereka yang kerap tertidur setiap hari memiliki risiko 28% lebih tinggi, demikian hasil studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Sleep.
Namun, para peneliti menegaskan bahwa hasil temuan itu tidak membuktikan bahwa kebiasaan tertidur sebagai biang keladi terhadap risiko tinggi diabetes.
Pasalnya, tim peneliti tidak memantau para partisipan itu selama bertahun-tahun. Artinya penelitian itu dilakukan dalam satu periode studi, sehingga belum dapat dipastikan mana yang lebih dulu terjadi apakah sering tertidur atau diabetes.
Selain itu, juga banyak variabel yang dapat dipertimbangkan untuk mengaitkan antara tertidur dengan diabetes. Misalnya orang yang kondisi kesehatan secara keseluruhan buruk, kemungkinan lebih sering tertidur.
Sementara tim peneliti mencoba menyesuaikan data mereka dengan hal itu, misalnya mengambil faktor kondisi kesehatan yang dilaporkan sendiri oleh partisipan, sehingga mereka tidak dapat mengukur dan mengontrol seluruh variabel.
"Tak banyak yang bisa digambarkan dari studi ini hingga hasil temuan ini dapat dikonfirmasikan," ungkap salah satu peneliti, Dr. G. Neil Thomas.
Jadi, untuk menguatkan kasus penyebab dan dampaknya, serangkaian penelitian harus menyelidiki sekelompok orang yang bebas diabetes sepanjang waktu, yaitu melihat apakah mereka yang sering tertidur memiliki risiko tinggi diabetes atau tidak, kata Thomas, yang juga peneliti dari University of Birmingham, Inggris.
Yang terpenting sekarang adalah para orang tua ini lebih berkonsentrasi menurunkan risiko diabetes melalui cara-cara yang sudah terbukti.
"Bahkan jika temuan ini nantinya terbukti, para orangtua ini dapat melakukan hal terbaik bagi kesehatan mereka, seperti berhenti merokok, menjalani diet berimbang dan selalu aktif," saran Thomas.
Dalam sebuah studi terhadap hampir 20.000 orang China dewasa berusia 50 tahun dan lebih, tim peneliti menemukan bahwa mereka yang sering tertidur setidaknya empat hingga enam hari selama sepekan, memiliki potensi prevalensi tinggi diabetes tipe 2.
Berdasarkan hasil tes darah, sekitar 15% dari para partisipan yang sering tertidur memiliki diabetes, dibandingkan dengan sekitar 12% rekan mereka yang jarang tertidur atau tidak pernah tertidur sama sekali.
Ketika tim peneliti melihat faktor-faktor lainnya, seperti usia, tingkat aktivitas fisik dan diagnosis tekanan darah atau penyakit jantung, kebiasaan sering tertidur itu tetap terkait dengan risiko tinggi diabetes.
Laki-laki dan perempuan yang tertidur selama empat hingga lima hari setiap pekan, potensi mengidap diabetes 36% ketimbang mereka yang tak pernah tertidur.
Hal yang sama, bahwa mereka yang kerap tertidur setiap hari memiliki risiko 28% lebih tinggi, demikian hasil studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Sleep.
Namun, para peneliti menegaskan bahwa hasil temuan itu tidak membuktikan bahwa kebiasaan tertidur sebagai biang keladi terhadap risiko tinggi diabetes.
Pasalnya, tim peneliti tidak memantau para partisipan itu selama bertahun-tahun. Artinya penelitian itu dilakukan dalam satu periode studi, sehingga belum dapat dipastikan mana yang lebih dulu terjadi apakah sering tertidur atau diabetes.
Selain itu, juga banyak variabel yang dapat dipertimbangkan untuk mengaitkan antara tertidur dengan diabetes. Misalnya orang yang kondisi kesehatan secara keseluruhan buruk, kemungkinan lebih sering tertidur.
Sementara tim peneliti mencoba menyesuaikan data mereka dengan hal itu, misalnya mengambil faktor kondisi kesehatan yang dilaporkan sendiri oleh partisipan, sehingga mereka tidak dapat mengukur dan mengontrol seluruh variabel.
"Tak banyak yang bisa digambarkan dari studi ini hingga hasil temuan ini dapat dikonfirmasikan," ungkap salah satu peneliti, Dr. G. Neil Thomas.
Jadi, untuk menguatkan kasus penyebab dan dampaknya, serangkaian penelitian harus menyelidiki sekelompok orang yang bebas diabetes sepanjang waktu, yaitu melihat apakah mereka yang sering tertidur memiliki risiko tinggi diabetes atau tidak, kata Thomas, yang juga peneliti dari University of Birmingham, Inggris.
Yang terpenting sekarang adalah para orang tua ini lebih berkonsentrasi menurunkan risiko diabetes melalui cara-cara yang sudah terbukti.
"Bahkan jika temuan ini nantinya terbukti, para orangtua ini dapat melakukan hal terbaik bagi kesehatan mereka, seperti berhenti merokok, menjalani diet berimbang dan selalu aktif," saran Thomas.
- MediaIndonesia